Langsung ke konten utama

Apa perasaan ini salah part 2


Deina POV

Ucapan Ferdi masih terngiang-ngiang di pikiranku padahal seminggu sudah berlalu dan aku sangat menghindari topik pembahasan tentang percintaan dan segala macam anaknya. Kami masih berteman seperti biasanya, walaupun terkadang sedikit canggung jika ia menatapku terlalu lama.

Tadi di sekolah pun dia begitu, menatapku terlalu lama saat aku bercerita tentang Melisa yang sedang suka anak kuliahan. Tatapannya begitu membuat jantungku rasanya mau meledak, berdetak terlalu kencang.

drrtt.. drrtt.. drrtt..

Lamunan ku terhenti, ada telepon dari nomor yang tidak aku kenal.

"Halo ?"

"Dei, ini Pras. Masih inget aku kan ?," tanya seorang lelaki itu yang mengaku namanya Pras. Aku mencoba mengingatnya.

Pras ya ? Tanya ku dalam hati, mencoba mengingat nama lelaki itu. Tetapi hasilnya nihil. Aku tidak bisa ingat siapa Pras itu.

"Ternyata kamu memang udah lupa," sambung lelaki itu yang terdengar suara kecewa yang membuat aku merasa tidak enak.

"Maaf ya, tapi emang sebenernya kamu siapa ?," tanyaku penasaran.

"Nanti aja kamu tahunya, yaudah selamat malam. Maaf mengganggu ya. Sampai jumpa di sekolah," ucap Pras yang membuatku mengangguk walaupun aku tahu Pras tidak mungkin melihat anggukanku.

"Iya, selamat malam.... Tunggu maksud kamu sampai jumpa di.." Tutt.. Tutt.. Aku menatap layar handphone kesal karena lelaki itu mematikaan panggilan secara sepihak, meninggalkan aku dengan rasa penasaran.

Ku banting tubuhku ke kasur dan mencoba untuk mengusir rasa penasaran itu. Mungkin itu cuma teman sekolah, yakinku di dalam hati dan aku pun terlelap tidur.

...

Dari awal kedatangan Melisa di kelas sampai jam istirahat pertama tiba, ia tidak hentinya bercerita tentang gebetannya--anak kuliahan itu. Aku mencoba mendengarkan namun cerita yang sudah pernah ku dengar ku anggap angin lalu. Baru aku lihat Melisa begitu semangat dan terlihat sangat benar-benar jatuh cinta.

"Dei, lo dengerin gue kan ?," tanyanya menyadarkanku kembali ke realita.

"Denger kok," jawabku santai mencoba menghindari tatapan curiganya.

"Kantin yuk, lo gak laper emang ?" lanjutku, dia nyengir tidak jelas.

"Laper..."

"Yaudah yuk!," baru saja aku bangun dari bangkuku, suara Ferdi membuatku memperlambat gerak.

"Deinaaaa! Kantin yuk!," teriaknya yang membuat seisi kelas melihat ke arahku.

"Ferdi kebiasaan deh! Kalau ke kelas selalu teriak-teriak manggil Deina!," omel Laras, salah satu cewek populer di sekolah.

"Deina kan temen gue, terserah gue lah!," balas Ferdi yang menurutku perdebatan ini tidak ada akhirnya, aku ingin menarik tangan Ferdi untuk menjauh dari kelas namun langkahku terhenti. Cowok yang agak tinggi dari Ferdi menghalangiku dan memberikan tangan kanannya kepadaku.

"Halo Deina! Aku Pras, si cungkring, teman masa kecil kamu," jelasnya dan aku terdiam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trying to Be Yourself First.

Kerap kali aku mendengar cerita dari kawan terdekatku. Ia kehilangan arah terkadang dalam menemukan jati diri atau ia terlupa akan siapa dirinya sebelum kenal cinta, kepopuleran, dan kesuksesan. Di sini aku hanya ingin mencoba sharing aja, kalau bisa ingin belajar dari para pembaca juga untuk mengetahui berbagai cerita dan bisa ku pelajari agar lebih menjadi diri aku sendiri. Jati Diri Apa si jati diri itu? Menurutku tidak perlu sebuah definisi karena hal tersebut bahkan bisa kita rasakan dan temukan dalam diri kita sendiri. Mencoba menemukan sebuah jati diri itu emang gak gampang, butuh proses. Aku sendiripun juga begitu. Dulu aku pernah punya cita-cita, jadi guru. Lalu beranjak SMP aku ingin jadi jurnalis bahkan profesor. Dan SMA tiba-tiba aku berkeinginan menjadi arsitek. Cita-cita yang cukup beragam namun dalam proses menemukan cita-cita disitulah kemampuan aku bisa terlihat. Aku hobi menulis dan kebetulan aku tidak diterima ke universitas negeri dan jurusan arsitektur di...

Aku Sudah Tahu - JKT - 3:50 AM

Barusan ku dengar suara bisik-bisik Rasanya menggelitik Suara itu terdengar ceria Bahkan merdu di telinga Itu bukan tentangku Semut yang lewat di dahan pohon juga tahu hal itu Aku terlalu naif Menutup segala kemungkinan tentang Buruknya hujan yang turun terus-menerus membuat genangan air Atau tentang buruknya jika malam ini tidak berakhir Ini perasaanku Aku tahu itu Ini tanggung jawabku Aku sudah tahu Di sini berharap kamu hilang saja terbawa waktu Karena aku lelah Bisik-bisik itu selalu menghantuiku Bagai malam yang tak perlu disinari lampu Aku sudah tahu Kamu memang bukan untukku

Elegi Rasa

Indah, bahagia, cukup manis untuk dikenang. Semua terasa cukup jika ada diri mu. Beberapa hari ini aku bagaikan terombang-ambing. Ingin berteriak, di padang rumput yang luas. Tidak ada satu orang pun. Yang tahu hanya kita berdua. Beberapa hari ini aku seperti penumpang yang menunggu sebuah jemputan. Berpikir hanya ada rumah tempat berpulang. Rumah terasa nyaman, apalagi diri mu. Hanya saja aku buta sesaat. Beberapa hari ini aku mengucap sebuah mantra dalam hati. Dari semua apa yang dilewati, cuma aku yang tahu jawabannya. Semua yang kualami memang hanya dalam otak saja. Otak terlalu pintar, namun hati penuh rasa. Rasa pun penuh makna. Dan penuh dengan kata-kata. 25/04/2019 ; 22:53 ; jkt.