Langsung ke konten utama

Apa perasaan ini salah?


Deina kembali membuka buku catatannya. Tapi yang di tunggu tak datang-datang. Kemana dia? Kemana dia yang biasanya datang membawa bola basket di tangannya sambil mengeluarkan rayuan gombalnya kepada ku?

" Dei? Kok bengong? Dei? Deinaaa? Halooo? ", tanya Melisa.

" Ehh kenapa di? Maksud gue mel? Kenapa? ", kata Deina terbata-bata.

" Kok di? Maksud lo Ferdi? Oh jadi daritadi lo ngelamun itu mikirin Ferdi ya? Cieee ", canda Melisa

" Hmm, engga kok ", jawab Deina.

" Yakin? Jangan bohong lah sama gue ", tanya Melisa.

" Iya mel, dia tuh ngeselin. Katanya pengen dateng ke kelas nyamperin gue. Tapi mana? Dia ga dateng-dateng kesini ", jawab Deina dengan kesal.

" Mungkin dia ada urusan yang penting kali dei. Lo sabar aja ", kata Melisa mencoba menenangkan hati Deina.

Deina tidak menghiraukan perkataan Melisa. Deina mencoba kembali ke dalam fikirannya lagi. Memikirkan tentang Ferdi lagi. Oh, lelaki itu sudah membuat Deina berubah. Dulu, Deina anak perempuan yang selalu bermasalah di nilai pelajaran dan dia juga jarang bergaul dengan teman sekelas kecuali Melisa. Tapi sejak saat itu....

" Deinaaaa.... ", teriak Ferdi di depan pintu kelas XI IPA 2.

" Berisik ! Kemana aja si lo? ", tanya Deina dengan wajah kesal.

" Maaf ya dei. Tadi anak-anak kelas X ngajakin ngadu main basket. Kan lo tau kalau urusan basket gue ga bisa ninggalin ", jelas Ferdi

" Tapi kan seengganya lo ngabarin gue di ", kata Deina dengan nada sedikit tenang

" Udahlah dei, Ferdi nya udah ada di depan lo ini ", kata Melisa.

" Maafin gue ya dei? Please... ", mohon Ferdi.

" Yaudah ga apa-apa. Tapi lain kali jangan buat gue bete lagi ya ! ", ancam Deina.

" Sip deh cantik ", kata Ferdi kegirangan

Keesokan harinya, pagi hari sebelum bel berbunyi. Deina belum bisa menghilangkan kebiasaan buruknya itu. Yaitu melamunkan suatu hal. Ketika sedang asyik dengan lamunannya, dia meliat sosok itu. Sosok yang dia suka. Sesosok yang dia kagumi. Sesosok itu Ferdi. Iya Ferdi, dengan perempuan cantik di sebelahnya.

Deina terdiam sesaat dan tangannya pun bergetar. Tiba-tiba Melisa datang dengan senyum cerianya. Tapi senyum ceria Melisa hilang menjadi kekhawatiran saat melihat tangan Deina bergetar.

" Lo kenapa dei? ", tanya Melisa khawatir.

" Gue ga apa-apa kok mel ", jawab Deina.

" Bohong ! Tangan lo sampai bergetar gitu ", bantah Melisa.

" Gue... Gue... Salah ga sih kalau gue suka sama Ferdi? ", tanya Deina dan tangis Deina pun pecah pada saat itu.

" Yaampun dei ! Jadi selama ini.. Lo ga salah kok dei. Suka itu hak semua orang ", jelas Melisa, memeluk Deina.

" Tapi percuma mel, gue cuma di anggap temen sama dia, ga lebih ", kata Deina.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trying to Be Yourself First.

Kerap kali aku mendengar cerita dari kawan terdekatku. Ia kehilangan arah terkadang dalam menemukan jati diri atau ia terlupa akan siapa dirinya sebelum kenal cinta, kepopuleran, dan kesuksesan. Di sini aku hanya ingin mencoba sharing aja, kalau bisa ingin belajar dari para pembaca juga untuk mengetahui berbagai cerita dan bisa ku pelajari agar lebih menjadi diri aku sendiri. Jati Diri Apa si jati diri itu? Menurutku tidak perlu sebuah definisi karena hal tersebut bahkan bisa kita rasakan dan temukan dalam diri kita sendiri. Mencoba menemukan sebuah jati diri itu emang gak gampang, butuh proses. Aku sendiripun juga begitu. Dulu aku pernah punya cita-cita, jadi guru. Lalu beranjak SMP aku ingin jadi jurnalis bahkan profesor. Dan SMA tiba-tiba aku berkeinginan menjadi arsitek. Cita-cita yang cukup beragam namun dalam proses menemukan cita-cita disitulah kemampuan aku bisa terlihat. Aku hobi menulis dan kebetulan aku tidak diterima ke universitas negeri dan jurusan arsitektur di...

Aku Sudah Tahu - JKT - 3:50 AM

Barusan ku dengar suara bisik-bisik Rasanya menggelitik Suara itu terdengar ceria Bahkan merdu di telinga Itu bukan tentangku Semut yang lewat di dahan pohon juga tahu hal itu Aku terlalu naif Menutup segala kemungkinan tentang Buruknya hujan yang turun terus-menerus membuat genangan air Atau tentang buruknya jika malam ini tidak berakhir Ini perasaanku Aku tahu itu Ini tanggung jawabku Aku sudah tahu Di sini berharap kamu hilang saja terbawa waktu Karena aku lelah Bisik-bisik itu selalu menghantuiku Bagai malam yang tak perlu disinari lampu Aku sudah tahu Kamu memang bukan untukku

Elegi Rasa

Indah, bahagia, cukup manis untuk dikenang. Semua terasa cukup jika ada diri mu. Beberapa hari ini aku bagaikan terombang-ambing. Ingin berteriak, di padang rumput yang luas. Tidak ada satu orang pun. Yang tahu hanya kita berdua. Beberapa hari ini aku seperti penumpang yang menunggu sebuah jemputan. Berpikir hanya ada rumah tempat berpulang. Rumah terasa nyaman, apalagi diri mu. Hanya saja aku buta sesaat. Beberapa hari ini aku mengucap sebuah mantra dalam hati. Dari semua apa yang dilewati, cuma aku yang tahu jawabannya. Semua yang kualami memang hanya dalam otak saja. Otak terlalu pintar, namun hati penuh rasa. Rasa pun penuh makna. Dan penuh dengan kata-kata. 25/04/2019 ; 22:53 ; jkt.